Senin, 22 September 2014

PR Matematika Anak SD Heboh Di FB --> Lecutan Untuk Kembali Belajar danMengambil Hikmah

Assalamualaikum catin dan balon catin...
Tulisan hari ini sedikit mainstream, mengenai PR matematika anak SDyang dikerjakan kakaknya, dislahkan oleh guru, dan menjadi perbicangan di media sosial (bahkan menjelek-jelekkkan guru) karena si kakak mengupload foto ke FB. Foto PR anak SD tersebut sebetulnya sudah saya lihat sejak malam minggu kemarin di sebuah grup di FB. saya dan suami langsung membahas. ami berdua langsung bisa paham mengapa guru tersebut menyalahkan hasil kerja (kakak) muridnya karena saya masih ingat saya mengajari adik saya mengenai konsep perkalian sesuai dengan apa yang ada di buku Matematikanya dan suami saya masih ingat betul konsep perkalian yang diajarkan kembali oleh guru Matematika kami yang killer semasa SMA.

Tulisan ini cukup panjang, sebelum mata lelah saya akan menyampaikan hikmah yang saya ambil dari kehebohan ini:
  1. Sebagai calon ibu, wanita harus cerdas, karen ia akan menjadi pendamping anak-anaknya belajar.
  2. Ibu tidak boleh tidak mau tau apa yang dipelajari anaknya.
  3. Ibu harus pandai berkomunikasi dengan anak.
  4. Ibu harus memiliki rasa ingin tahu dan terus menerus memperluas wawasan.
  5. Ayah pun tak boleh ketinggalan ambil peran, harus bahu membahu mendidik anak dengan baik.
Saya tampakkan di bagian atas supaya orang tua, catin, dan balon catin sama-sama belajar, pun dengan saya dan suami.

Pagi ini,suami saya memposting link berita tersebut  Saya sedih karena kakaknya ternyata mahasiswa dan semakin sedih ketika saya lihat komen di grup menanggapi foto ini. Komen di grup berubah menjadi ajang perdebatan,ajang menyalahkan guru, dan memperlihatkan betapa sebagian orang sangat sulit untuk menerima kebenaran (padahal sudah ada yang komen untuk menjelaskan bagaimana konsep matematika yang diharapkan bisa dipahami melalui PR ini).
Ada yang menyatakan :
1) Saya sih setuju sama kakanya, kan 4-nya ada 6 jadi 4 x6
2) Apa sih bedanya 4x6 sama 6x4?
3) 100% gurunya salah, kan bukan soal cerita?
4) Ini yang bikin tidak kreatif
5) hari gini masih mikirin konsep? ketinggalan zaman
Saya lebih menyoroti sifat keras kepala orang-orang yang masih tidak bisa menerima penjelasan. Sesungguhnya kita tidak bisa menjudge, siapa yang benar, siapa yang salah. Kita tidak pernah tau hal-hal di balik semua itu. Namun, saya teta tergelitik mencari-cari sumber bacaan. 

Sumber bacaan pertama adalah ebook keluaran Departemen Pendidikan mengenai konsep dasar perkalian, silakan dibaca dengan saksama, bisa diunduh di link ini. Apa yang saya pelajari dari buku ini:
  1. Perkalian dan pembagian mulai diajarkan di SD kelas 2 semester II, jadi kalau ada yang bilang konsep perkalian mahasiswa yang belajar, tersanggah.
  2. Mengapa anak-anak tidak memahami perkalian dengan baik? karena pembelajaran awalnya tidak kontekstual dalam arti tidak mengaitkan permasalahan dengan konteks kehidupan nyata yang dikenal peserta didik sehari-hari.
  3. Secara matematika yang dimaksud dengan perkalian adalah penjumlahan berulang dari bilangan-bilangan yang sama pada setiap sukunya.
  4. Mempelajari perkalian dengan contoh menghitung kaki kambing seperti berikut                        3 kambing = 3 × 4 = 12 (sebab kaki kambing I + kaki kambing II + kaki kambing III = 4 + 4 + 4 = 12.

Sumber bacaan kedua adalah hasil penelitian mahasiswa UPI yang dapat dibaca dan diunduh di sini.
Tulisan ini menyoroti mengapa siswa SD pada sekolah yang diteliti memiliki pemahaman yang rendah pada pokok bahasan perkalian. Beberapa poin yang saya garis bawahi:

  1. Pemahaman siswa pada konsep dasar perkalian perlu ditingkatkan agar pada kelas selanjutnya sehingga tidak hanya hafal dengan urutan perkalian saja tetapi betul-betul dilandasi oleh konsep yang jelas.
  2. Perkalian adalah penjumlahan berulang dengan angka yang sama. Dari pengertian tersebut, sudah jelas adanya keterkaitan antara perkalian dan penjumlahan. 
  3. Konsep dasar perkalian adalah penjumlahan berulang dengan angka yang sama (Sutawidjaja, 1992:197) Contohnya: Perkalian "3 x 4" (yang dibaca tiga kali empatnya) diartikan sebagai  “ 4 + 4 + 4”. Perkalian "4x3" (yang dibaca empat kali tiganya) diartikan sebagai "3+3+3+3"  Jadi axb= b+b+b+....+b (sebanyak a kali)
  4. Beberapa "kekurangan" guru berdasarkan hasil observasi pada sekolah bersangkutan : tidak mengaitkan materi dengan materi sebelumnya, tidak memerhatikan kesiapan dan kematangan siswa, kurang kreatif, mengajarkan metode tradisional dengan menghafal, tidak menggunakan alat peraga.
  5. Beberapa "kekurangan" siswa : Sebagian besar siswa mengobrol waktu guru memberi penjelasan, hanya sebagian kecil yang memerhatikan, siswa mengganggu temannya sehingga kelas ribut, siswa tidak menggunakan konsep penjumlahan berulang dalam perkalian, siswa hanya menghafal, siswa yang tidak hafaltidak bisa mengerjakan soal.
  6. Solusi untuk menyelesaikan masalah : menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education/RME). *saya belum mempelajari lbih jauh tentang ini*
Sumber bacaan ke tiga menguatkan tentang konsep perkalian dapat dibaca di sini.
Konsep dasar perkalianadalah penjumlahan berulang:
Setiap kotak Cornetto berisi 4, ada 5 kotak cornetto berarti 4+4+4+4+4 = 5 x 4 = 20

Sumber bacan selanjutnya mengenai RME dapat dibaca di sini.
 
Tulisan ini bukan untuk membela guru pada berita tersebut, saya sebagai orang awam yang kebetulan tertarik mencari tahu hanya ingin berbagi. Di balik itu semua saya berusaha mengambil hikmah yang sudah dibahas di atas. Semoga kita semakin bersemangat untuk belajar menjadi pendamping anak-anak kita belajar di rumah kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar