Wah, kenapa di blog jadi ngepost tentang Teknologi Pangan?
Saya sedang rindu dunia perkuliahan hehe..
Selain itu saya sedang buka-buka laptop, sayang kalau file-file kuliah hanya bertengger di folder laptop saja.
Tulisan-tulisan ini sebagian besar dari laporan yang saya buat.
Mungkin kedepannya saya juga akan unggah ebook melalui Scribd.
Mengapa susu memerlukan penanganan (proses thermal)?
Susu merupakan bahan makanan yang
lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin
yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Hal tersebut menyebabkan susu merupakan
medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak
layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar.
Apa yang dimaksud dengan pasteurisasi?
Pasteurisasi
susu merupakan proses pemanasan susu yang bertujuan mencegah kerusakan pada
susu. Terdapat dua jenis pasteurisasi yang dikenal,
yaitu holding method dan high
temperature short time (HTST). Dalam holding method sejumlah besar susu dipanaskan seluruhnya sampai suhu tertentu selama
suatu jangka waktu tertentu. Waktu dan suhu yang biasa dipergunakan adalah 30
menit pada suhu 65oC untuk metode batch, sedangkan dalam metode
HTST, susu ditahan selama 15-16 detik pada suhu 71,7oC dan 75oC
dengan menggunakan plate type heat
exchanger (Buckle et.al., 1985).
Bagaimanakah kombinasi suhu dan lama pasteurisasi?
Menurut Britz dan Robinson (2008), pasteurisasi dapat dilakukan
pada suhu 72 oC selama 15 detik untuk metode HTST dan 63oC
selama 30 menit untuk metode batch.
Apakah fungsi pemanasan pada susu selain menbunuh mikroorganisme?
Pemanasan dilakukan untuk menginaktifkan enzim
lipase yang menyebabkan susu menjadi tengik (Koswara, 2009).
Apakah warna alami susu?
Warna susu berkisar antara putih kebiru-biruanan
sampai kuning kecoklat-coklatan. Warna putih pada susu serta kenampakannya
adalah akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat, dan
kalsium fosfat, dan bahan utama yang memberi warna kekuningan adalah karoten
dan roboflavin (Buckle, 1985).
Bagaimanakah rasa susu?
Rasa gurih/ asin berasal dari
klorida, sedangkan rasa manis berasal dari laktosa (Buckle, 1985).
Bagaimanakah ciri susu yang sudah rusak?
Aroma susu menyimpang (agak asam) sebagai akibat dari aktivitas bakteri yang memecah laktosa
membentuk asam laktat (Rachmawan, 2001). Selain itu susu menjadi berlendir dan menggumpal.
Bakteri apa saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada susu?
Bakteri pencemar dalam susu dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk.
Bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp., Pseudomonas
sp., dan Bacillus sp. akan
menguraikan protein menjadi asam amino dan merombak lemak dengan enzim lipase
sehingga susu menjadi asam dan berlendir. Beberapa Bacillus sp. yang mencemari susu antara lain adalah B. cereus, B. subtilis, dan B. licheniformis (Suwito, 2010). Penggumpalan susu dapat diakibatkan oleh
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, salah satunya oleh Bacillus
aureus (Walstra et.al, 1999).
Pada pembuatan susu cokelat, bubuk cokelat yang ditambahkan seringkali mengendap. Mengapa hal tersebut terjadi?
Pada
pembuatan susu pasteurisasi cokelat, dilakukan penambahan bubuk cokelat. Bubuk
cokelat memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan susu. Berat jenis
bahan yang lebih tinggi dibandingkan berat jenis susu menyebabkan bahan
bergerak ke bawah yang disebut dengan sedimentation/
sedimentasi atau pengendapan (Warkoyo dan Hudyatmoko, 2007).
Bagaimana cara mengurangi sedimentasi?
Untuk mengurangi sedimentasi perlu digunakan bahan penstabil, salah
satunya karaginan. Karaginan merupakan turunan polisakarida linear bersulfat
yang diekstrak dari rumput laut (alga merah), misalnya Eucheuma sp. Karaginan dapat berfungsi sebagai emulsifier,
stabilisator, koagulator, dan gelling
agent (Warkoyo dan
Hudyatmoko, 2007).
Bagaimana cara kerja bahan penstabil?
Penambahan bahan penstabil ini untuk mendorong
terbentuknya ikatan kimia seperti ikatan garam, ikatan hidrogen, ikatan sulfida
dan interaksi hidrofobik yang berperan untuk membangun struktur jaringan tiga
dimensi sehingga sifat emulsi produk dapat dipertahankan dan diperbaiki. Penambahan karaginan akan menyebabkan gugus
hidrofilik menyerap air sehingga mampu meningkatkan viskositas fase kontinyu
yang mengakibatkan protein miofibril yang membentuk suatu matrik yang
menyelubungi globula lemak menjadi kokoh yang akhirnya meningkatkan stabilitas
emulsi. Aplikasi karaginan banyak digunakan dalam
produk-produk berbasis susu karena dapat membentuk kompleks dengan kalsium dan
protein susu (Warkoyo dan Hudyatmoko, 2007).
Penambahan karaginan akan meningkatkan kekentalan (viskositas) susu. Mengapa hal tersebut terjadi?
Susu yang diberi karaginan dengan
konsentrasi lebih tinggi memiliki viskositas yang lebih tinggi pula. Viskositas larutan
terutama disebabkan oleh sifat karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan
antar muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan
rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut
dikelilingi molekul-molekul air yang termobilisasi, akibatnya larutan karaginan
menjadi kental (Guiseley, et al., 1980 dikutip Warkoyo
dan Hudyatmoko, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Britz,
T.J. dan R. K. Robinson. 2008. Advanced Dairy Science and Technology. Blackwell
Publishhing, Oxford.
Buckle,
K.A., R. K. Edward, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan Penerjemah:
H.Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Koswara,
S. 2009. Teknologi Pengolahan Susu (E-book). Available at : www.ebookpangan.com (diakses 6
September 2011).
Rachmawan.
O. 2001. Penanganan Susu Segar. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Suwito,
W. 2010. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemologi,
dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (3): 96-100.
Walstra,
P., T.J. Geurts, A. Noomen, A. Jellema, M.A.J.S. van Bookel. 1999. Dairy Technology.
Marcell Dekker, Inc., New York.
Warkoyo
dan P. Hudyatmoko. 2007. Uji Fungsional
Karaginan pada Susu Pasteurisasi: Kajian Jenis dan Konsentrasi Karaginan.
Jurnal PROTEIN. 15 (2): 120-129.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar